Masyarakat dihimbau untuk lebih waspada dalam mengkonsumsi buah-buahan impor.
Itu tak lepas dari terungkapnya kasus temuan 787,13 ton buah impor asal Tiongkok tak layak makan.
Kasus pertama kali diungkap Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya di Ngoro Industrial Park, Kabupaten Mojokerto sekitar bulan Februari.
Ketika itu, BBKP mengecek puluhan truk pengangkut buah-buahan impor.
''Ternyata, antara dokumen yang dilaporkan dan hasil pemeriksaan fisik tidak sama,'' ungkap Kepala BBKP Surabaya Eliza Suryati Rusli usai acara pemusnahan buah-buahan tersebut dilansir Radar Mojokerto (Jawa Pos Group), kemarin (22/6).
Karena itu, lanjut dia, BBKP harus melakukan penahanan hingga sanksi pemusnahan diputuskan.
''Sesuai aturan, ratusan kardus akan kami bakar dan buahnya akan kami timbun di dalam tanah,'' tambahnya.
Menurut dia, dari dokumen atau Phytosanitary Certificate, 42 kontainer itu hanya berisi pir (Pyrus communis) dengan total berat 787,13 ton.
Namun, berdasar hasil pemeriksaan fisik, kontainer tersebut berisi tiga jenis buah, yakni pir, jeruk, dan apel. Berat masing-masing buah itu relatif tidak sama.
''Perinciannya, 135,94 ton buah pir, 375,85 jeruk, dan 275,35 ton apel,'' ujar Eliza saat melakukan pemusnahan.
Tak hanya itu. Ratusan ton buah tersebut tidak memiliki jaminan kesehatan.
Artinya, kelayakan konsumsi buah-buah itu belum diketahui.
''Bisa jadi ada asupan racunnya di buah-buahan ini. Tidak layak konsumsi dan membahayakan bagi kesehatan masyarakat,'' paparnya.
Eliza menjelaskan, komoditas jeruk yang tidak disertai surat jaminan kesehatan sangat berpotensi membawa lalat buah.
Sebab, hingga saat ini spesies lalat buah yang berasal dari Tiongkok, yaitu Bactrocera tsuneonis atau Japanese Orange Fly atau cytrus fruit fly yang merupakan organisme pengganggu tumbuhan, belum ada di Indonesia.
Kendati demikian, sesuai UU, pemilik sudah diberikan tenggang waktu untuk melengkapi dokumen sertifikat kesehatan untuk jeruk dan apel.
Namun, hal itu ternyata tidak diindahkan pemiliknya.
''Sebenarnya, ada tenggang 28 hari kerja sebelum ratusan ton buah ini benar-benar dimusnahkan. Yakni, jika selama 14 hari kerja dokumen yang disyaratkan belum dapat dipenuhi, penolakan dilakukan. Setelah 14 hari kerja masih juga belum diajukan, kami harus melakukan tindakan pemusnahan,'' urainya. (ori/ris/mam/JPG)
Sumber: Jawapos
Comments